MAKALAH GOOD
GOVERNANCE
Diajukan untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Kewarganegaraan Semester III
Disusun oleh:
Kelompok 8
1.
Nurdyah Ayu O. (P1337420117002)
2.
Helda Mutiara R. (P1337420117004)
3.
Aken Larasati (P1337420117027)
4.
Raya Tri S. (P1337420117040)
Kelas : 1-A1
PRODI D III KEPERAWATAN SEMARANG
POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
2018
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
..............................................................................
|
i
|
DAFTAR ISI ..........................................................................................
|
ii
|
BAB I PENDAHULUAN
......................................................................
|
1
|
A. Latar
belakang .........................................................................
|
1
|
B. Rumusan
Masalah ...................................................................
|
1
|
C.
Tujuan Penulisan .....................................................................
|
1
|
BAB II
PEMBAHASAN ......................................................................
|
3
|
A. Sejarah
Suku Batak ..................................................................
|
3
|
B. Unsur-Unsur
Kebudayaan Batak ..............................................
|
3
|
1. Religi
.................................................................................
|
3
|
2. Sistem
Bahasa ....................................................................
|
7
|
3. Adat
istiadat dan kesenian .................................................
4. Sistem
IPTEK ....................................................................
5. Organisasi
Masyarakat ......................................................
6. Sistem
mata pencaharian ...................................................
7. Ilmu
Pengetahuan .............................................................
8. Masakan
Suku Batak ........................................................
|
10
38
39
41
44
44
|
BAB III PENUTUP................................................................................
|
48
|
1.
Simpulan ..................................................................................
|
48
|
2.
Saran ........................................................................................
|
48
|
DAFTAR
PUSTAKA .…………………………………....…………….
BAB
I
PENDAHULUAN
1. 1
Latar Belakang
Tujuan
suatu negara tidak lain untuk mewujudkan masyarakat dengan kehidupan yang baik
(Good Life), dimana yang terdapat dalam fungsi negara yaitu melaksanakan
kepentingan rakyat dengan norma yang
berlaku untuk mewujudkan cita-cita negara. Masyarakat sebagai pelaksana dan
tingkatan pemerintah negara sebagai pengelola sumber daya pembangunan. Terjadi
berbagai permasalahan seperti krisis ekonomi di Indonesia antara lain
menunjukkan tatacara penyelenggara pemerintah dalam mengelola sumber daya
pembangunan yang tidak diatur dengan baik. Akibatnya menimbulkan
masalah-masalah yang lain yang menyebabkan masyarakat menjadi terhambat dalam
proses pengembangan ekonomi Indonesia, sehingga dampak negative seperti
peningkatan penganguran, jumlah penduduk miskin yang bertambah, tingkat
kesehatan yang menurun, dan bahkan konflik-konflik yang terjadi diberbagai
daerah.
Penyelenggara
pemerintah yang baik sangat dibutuhkan yang dimana menjadi landasan pembangunan
dan pembuatan kebijakan negara yang demokratis dalam era globalisasi. Oleh
karena itu tata pemerintahan yang baik perlu segera dilakukan agar segala
permasalahan yang timbul dapat diminimalkan , dipecahkan dan juga dipulihkannya
segala bidang dalam masyarakat agar dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Disadari, dalam mewujudkan tata pemerintahan membutuhkan waktu yang tidak
singkat dan upaya yang didukung dari segala pihak dan dilakukan secara terus –
menerus. Selain itu aparatur negara, pihak swasta dan masyarakat harus bersatu
dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik.
1. 2 Rumusan Masalah
1.2.1. Apa
pengertian dan latar belakang dari good governance?
1.2.2. Bagaimana
prinsip-prinsip dan konsepsi good governance?
1.2.3. Bagaimana
penerapan good governance di Indonesia?
1. 3 Tujuan Penulisan
1.3.1.
Mengetahui pengertian dan latar
belakang dari good governance
1.3.2.
Mengetahui prinsip-prinsip good governance
1.3.3.
Mengetahui penerapan good
governance di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 Pengertian
Good Governance
Good
Governance sebagai kriteria Negara-negara yang baik dan berhasil dalam
pembangunan, bahkan dijadikan semacam kriteria untuk memperoleh kemampuan
bantuan optimal dan Good Governance dianggap sebagai istilah standar untuk
organisasi publik hanya dalam arti pemerintahan. Secara konseptual “good” dalam
bahasa Indonesia “baik” dan “Governance” adalah “kepemerintahan”.
Menurut
LAN (Lembaga Administrasi Negara) dalam Sedarmayanti (2008:130) mengemukakan
arti good dalam good governance mengandung dua arti :
1. Nilai-nilai
yang menjunjung tinggi keinginan / kehendak rakyat dan nilai yang dapat
meningkatkan kemampuan rakyat yang dalam pencapaian tujuan (nasional)
kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial.
2. Aspek-aspek
fungsional dari pemerintahan efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya
mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Bintoro Tjokroamidjojo memandang Good Governance
sebagai “Suatu bentuk manajemen pembangunan, yang juga disebut sebagai
administrasi pembangunan, yang menempatkan peran pemerintah sentral yang
menjadi Agent of change dari suatu masyarakat berkembang atau develoving didalam negara berkembang” efisien
dan efektif dengan menjaga kesinergian interaksi yang konstruktif diantara
domaindomain negara, sektor swasta, dan masyarakat.
Menurut Bank Dunia (World Bank), Good governance
merupakan cara kekuasaan yang digunakan dalam mengelola berbagai sumber daya
sosial dan ekonomi untuk pengembangan masyarakat (Mardoto, 2009).
Menurut UNDP (United National Development Planning),
Good governance merupakan praktek penerapan kewenangan pengelolaan berbagai
urusan. Penyelenggaraan negara secara politik, ekonomi dan administratif di
semua tingkatan. Dalam konsep di atas, ada tiga pilar good governance yang
penting, yaitu :
1. Kesejahteraan
rakyat (economic governance).
2. Proses
pengambilan keputusan (political governance).
3. Tata
laksana pelaksanaan kebijakan (administrative governance) (Prasetijo, 2009).
Berdasarkan uraian pendapat para ahli tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa good governance adalah proses penyelenggaraan
pemerintahan Negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efisien dan efektif
dengan menjaga kesinergian interaksi yang konstruktif diantara berbagai sumber
daya dalam negara, sektor swasta, dan masyarakat.
2. 2 Latar
Belakang dari Good Governance
Lahirnya
wacana good governance berakar dari penyimpangan-penyimpangan yang terjadi
dalam praktek pemerintahan,seperti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Penyelenggaraan
pemerintahan yang bersifat tidak transparan, nonpartisipatif serta sentralisasi
, menumbuhkan rasa tidak percaya dikalangan masyarakat bahkan menimbulkan
antipati terhadap pihak pemerintah. Masyarakat sangat tidak puas terhadap
kinerja pemerintah yang selama ini dipercaya sebagai penyelenggara urusan
publik. Berbagai ketidakpuasan dan kekecewaan akhirnya melahirkan tuntutan dari
masyarakat untuk mengembalikan dan melaksanakan penyelenggaraan pemerintah yang
ideal, sehingga Good Governance tampil sebagai upaya untuk menjawab berbagai
keluhan masyarakat atas kinerja birokrasi yang telah berlangsung.
2. 3
Prinsip-Prinsip Dasar Good Governance
Dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 prinsip-prinsip kepemerintahan yang
baik terdiri dari:
1. Profesionalitas,
meningkatkan kemampuan dan moral penyelenggara pemerintahan agar mampu memberi
pelayanan yang mudah, cepat, tepat
2. Akuntabilitas,
meningkatkan akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang
menyangkut kepentingan masyarakat.
3. Transparansi,
menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan masyarakat melalui
penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang
akurat dan memadai.
4. Pelayanan
prima, penyelenggaraan pelayanan publik yang mencakup prosedur yang baik,
kejelasan tarif, kepastian waktu, kemudahan akses, kelengkapan sarana dan
prasarana serta pelayanan yang ramah dan disiplin.
5. Demokrasi
dan Partisipasi, mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam
menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut
kepentingan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung.
6. Efisiensi
dan Efektifitas, menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan
menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal dan bertanggung jawab.
7. Supremasi
hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat, mewujudkan adanya penegakkan
hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian.
Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa Good
governance awalnya digunakan dalam dunia usaha (corporate) dan adanya desakan
untuk menyusun sebuah konsep dalam
menciptakan pengendalian yang melekat pada korporasi dan manajemen
profesionalnya maka diterapkan good corporate governance. Sehingga dikenal
prinsip- prinsip utama dalam governance korporat yaitu:
1. Transparansi
Berarti keterbukaan, yakni adanya
sebuah sistem yang memungkinkan terselenggaranya komunikasi internal dan eksternal dari korporasi.
2. Akuntabilitas
Pertanggungjawaban secara
bertingkat ke atas. Dari organisasi manajemen paling bawah hingga dewan
direksi, dam dari dewan direksi kepada dewan komisaris. Akuntabilitas secara
luas diberikan oleh dewan komisaris kepada masyarakat. Sedangkan akuntabilitas
secara sempit dapat diartikan secara finansial.
3. Fairness
Fairness agak sulit diterjemahkan,
karena menyangkut keadilan dalam konteks moral. Fairness lebih menyangkut
moralitas dari organisasi bisnis dalam menjalankan hubungan bisnisnya, baik
secara internal maupun eksternal.
4. Resposibilitas
5. Responsibilitas
adalah pertanggungjawaban korporat secara kebijakan. Dalam konteks ini
penilaian pertanggungjawaban lebih mengacu kepada etika korporat, termasuk dalam hal ini etika
professional dan etika manajerial.
Prinsip-prinsip
Good Governance di atas cenderung kepada dunia usaha, sedangkan bagi suatu
organisasi public bahkan dalam skala Negara prinsip-prinsip tersebut lebih luas
menurut UNDP melaui LAN yang dikutip Tangkilisan (2005:115) menyebutkna bahwa
adanya hubungan sinergis dan kontruktif di antara Negara, sector swasta dan
masyarakat disusun sembilan pokok karakteristik Good Governance yaitu:
1. Partisipasi
(Participation)
Setiap warga Negara mempunyai suara
dalam formulasi keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi
legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi seperti
ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta
berpartisipasi secara konstruktif.
2. Penerapan
Hukum (Fairness)
Kerangka hukum harus adil dan
dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak azasi manusia.
3. Transparansi
(Transparency)
Transparansi
dibangun atas dasar kebebasan arus informasi secara langsung dapat diterima
oleh mereka yang membutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dapat
dimonitor.
4. Responsivitas
(Responsiveness)
Lembaga-lembaga
dan proses-proses kelembagaan harus mencoba untuk melayani setipa stakeholders.
5. Orientasi
(Consensus Orientation)
Good
governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memeproleh pilihan terbaik bagi
kepentingan yang lebih luas baik dalam hal kebijakan-kebijakan maupun
prosedur-prosedur.
6. Keadilan
(Equity)
Semua
warga Negara, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan untuk
meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka.
7. Efetivitas
(Effectivness)
8. Proses-proses
dan lembaga-lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan
menggunkan sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin.
9. Akuntabilitas
(Accountability)
Para
pembuat keputusan dalam pemerintahan, secor swasta dan masyarakat (civil
society) bertanggung jawab kepada public dan lembaga-lembaga stakeholder.
Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat,
apakah keputusan tersebut untuk kepentingan atau eksternal organisasi.
10. Strategi
Visi (Strategic Vision)
Para
pemimpin dan public harus mempunyai perspektif good governance dan pengembangan
manusia yang luas dan jauh ke depan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk
pembangunan semacam ini.
2. 4
Mengkritisi Pelaksanaan Good Governance
Mewujudkan
konsep good governance dapat dilakukan dengan mencapai keadaan yang baik dan
sinergi antar pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sipil dalam pengelolaan
sumber-sumber alam, sosial, lingkungan, dan ekonomi. Prasyarat minimal untuk
mencapaai good governance adalah adanya trasparansi, akuntabilitas,
partisipasi, pemberdayaan hukum, efektifitas dan efisiensi, dan keadilan.
Sebagai bentuk penyelenggaraan Negara yang baik maka harus ada keterlibatan
masyarakat di setiap jenjang proses pengambilan keputusan. Konsep good
governance dapat diartikan acuan untuk proses dan struktur hubungan politik dan
social ekonomi yang baik.
Berdasarkan
uraian diatas dalam perjalanan penerapan good governance hampir banyak negara
mengasumsikannya sebagai sebuah ideal type of governance, padahal konsep itu
sendiri sebenarnya dirumuskan oleh banyak praktisi untuk kepentingan
praktis-strategis dalam rangka membangun relasi negara-masyarakat-pasar yang
baik dan sejajar.
Beberapa
ahli malah tidak setuju dengan konsep good governance, karena dinilai terlalu
bermuatan nilai-nilai ideologis. Alternatif lainnya, menurut Purwo Santoso
(2002), adalah democratic governance, yaitu suatu tata pemerintahan yang
berasal dari (partisipasi), yang dikelola oleh rakyat (institusi demokrasi yang
legitimate, akuntabel dan transparan), serta dimanfaatkan (responsif) untuk
kepentingan masyarakat. Konseptualisasi ini secara substantif tidak berbeda
jauh dengan konseptualisasi good governance, hanya saja ia tidak memasukkan
dimensi pasar dalam governance.
Kritik
berikutnya terhadap good governance adalah kegagalannya dalam memasukkan arus
globalisasi dalam pigura analisisnya. Dalam good governance seolah-olah
kehidupan hanya berkutat pada interaksi antara pemerintah di negara tertentu,
pelaku bisnis di negara tertentu dengan rakyat di negara tertentu pula.
Tentulah ini sangat naif, secara kenyataan bahwa aktor yang sangat besar dan
bekuasa di atas ketiga elemen tersebut tidak dimasukkan dalam hitungan, aktor
tersebut adalah dunia internasional. Merestrukturisasi pola relasi pemerintah,
swasta dan masyarakat secara domestik dengan mengabaikan peran aktor
internasional adalah pengingkaran atas realitas global. Dampak dari
pengingkaran ini adalah banyaknya variable, yang sebenarnya sangat penting, tidak
masuk kedalam hitungan. Variabel-variabel yang absen itu adalah kearifan lokal
(akibat hegemoni terma “good” oleh Barat) dan dampak dari kekuatan kooptatif
internasional. Secara konseptual keberhasilan penerapan good governance di
berbagai dunia akan selayaknya juga dibarengi dengan dampak kuatnya fundamental
ekonomi rakyat. Kenyataannya, relasi antara kesejahteraan rakyat dengan good
governance tidaklah seindah teori. Makin merekatnya hubungan antara negara,
bisnis dan rakyat ternyata tidak serta merta menguatkan fundamental ekonomi
rakyat. Pukulan krisis pangan adalah bukti konkrit yang tidak bisa dipecahkan
oleh good governance.
Bila
kita memahami kembali kutipan bahwa Presiden Tanzania Julius K. Nyerere di
depan Konferensi PBB sepuluh tahun lalu, beliau dengan lantang telah mengkritik
habis-habisan good governance yang dikatakannya sebagai konsep imperialis dan
kolonialis. Good governance hanya akan mengerdilkan struktur negara berkembang,
sementara kekuatan bisnis dunia makin membesar. Terlepas dari benar salahnya
kritik sang Presiden, kritik tersebut mengilhami Ali Farazmand (2004) dalam
menggagas konsep Sound Governance (SG) yang sekaligus membuka arah baru bagi
pembangunan global ke depan. Setelah good governance berhasil menginklusifkan
hubungan si kaya dan si miskin di tingkat nasional, maka fase berikutnya adalah
menginklusifkan hubungan negara kaya dengan negara miskin melalui agenda Sound
Governance. Konsep Sound Governance merupakan konsep baru yang jauh lebih
komprehensif dan reliable dalam menjawab kegagalan epistimologis dan solusi
atas arus besar kesalah kaprahan dari good governance.
Terdapat
tiga alasan utama yang muncul dari wacana Sound Governance. Pertama, dari
evaluasi terhadap pelaksanaan good governance bahwa aktor kunci yang berperan adalah
terfokus pada tiga aktor (pemerintah, pasar dan civil society), dan good
governance selama ini lebih merestrukturisasi pola relasi pemerintah, swasta
dan masyarakat secara domestik. Sound Governance mempunyai pandangan yang jauh
komprehensif dengan empat aktor, yaitu inklusifitas relasi politik antara
negara, civil society, bisnis yang sifatnya domestik dan satu lagi aktor yaitu
kekuatan internasional. Kekuatan internasional di sini mencakup korporasi
global, organisasi dan perjanjian internasional. Dalam pandangan Sound
Governance penerapan good governance kehidupannya hanya berkutat pada interaksi
antara pemerintah di negara tertentu, pelaku bisnis di negara tertentu dengan
rakyat di negara tertentu pula. Tentulah ini sangat naif, sebab kenyataan bahwa
aktor yang sangat besar dan bekuasa di atas ketiga elemen tersebut tidak
dimasukkan dalam hitungan. Aktor tersebut adalah dunia internasional. Kedua,
bermula dari kritik terhadap identitas dari good governance kata “good” menjadi
sesuatu yang hegemonik, seragam dan juga dilakukan tak jarang dengan paksaan.
Term “good” dalam good governance adalah westernized dan diabsolutkan
sedemikian rupa. Sound Governance mempunyai pandangan yang berbeda dan justru
mengedepankan adanya penghormatan atas keragaman konsepsi birokrasi dan
tatapemerintahan, utamanya nilai dasar budaya pemerintahan tradisional yang
telah terkubur. Ali Farazmand mencontohkan kebesaran kerajaan Persia, sebelum
digulung oleh dominasi budaya barat, memiliki prestasi yang sangat besar dalam
pengelolaan pemerintahan. Berdasarkan apa yang disampaikan Ali Farazmand bahwa
pentingnya sistem pemerintahan yang berbasis pada budaya lokal sudah mulai
banyak terabaikan dan ini juga terjadi di negara dunia ketiga termasuk di
Indonesia (Andi,2007). Hal ini terjadi karena kontruksi konsep birokrasi modern
Weber yang mewarnai perkembangan ilmu administrasi publik termasuk lahirnya
good governance adalah bentuk pembantaian budaya lokal dalam sistem
pemerintahan. Sound governance muncul untuk memberikan peluang dalam
menyelamatkan keragaman kebudayaan lokal dalam mewarnai konsep tata
pemerintahan. Ketiga, dalam pelaksanaan good governance untuk berjalannya
proses tata pemerintahan yang baik maka ada satu jalan yaitu bagaimana
pemerintahan harus menjalankan prinsip-prinsip yang digariskan dalam good
governance yaitu: participation, rule of law, transparancy, responsiveness,
consensus orientation, equity, effectiveness and efficiency, accountability,
strategic vision. Sound Governance mempunyai pandangan berbeda dan lebih
melihat pada proses menuju tercapainya tujuan, dari pada membahas perdebatan
soal bagaimana (prinsip-prinsip) dilakukan untuk mencapai tujuan. Kendati
demikian di dalam sound governance masih menekankan perlunya prasyarat-prasyrat
dasar universal terkait demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas. Untuk itu
titik tekan dari sound governance adalah fleksibilitas dan ini dibutuhkan
“inovasi” yang kemudian menjadi ruh implementasi sound governance dalam praktek
pemerintahan.
Berdasarkan
uraian diatas bahwa Sound governance sebagai wacana baru yang muncul sebagai
kritik good governance, yaitu memberikan makna term “Sound” menggantikan “Good”
adalah dalam rangka penghormatan terhadap kenyataan keragaman (diversity).
Untuk itu Sound governance dalam tata pemerintahan (pola relasi pemerintah,
swasta dan masyarakat) membuka kembali peluang variable-variable yang absen
yaitu kearifan lokal (akibat hegemoni term “good” oleh Barat) dan dampak dari
kekuatan kooptatif internasional. Menyadarkan kembali bahwa konsep-konsep
non-barat sebenarnya banyak yang applicable, khususnya di bidang pemerintahan.
Selain itu Sound governance pada prinsipnya juga memberikan ruang bagi tradisi
atau invoasi lokal tentang bagaimana negara dan pemerintahan harus ditata,
sesuai dengan kebiasaan, budaya dan konteks lokal. Tentu ukuran universal
tentang kesejahteraan rakyat dan penghormatan hak dasar harus tetap ditegakkan.
2. 5 Good Governance di Indonesia
Pada
awal 2007, Komite Nasional Kebijakan Governance telah menyempurnakan Pedoman
Umum Good Coorporate Governance (GCG) dan merintis pembuatan Pedoman Good
Public Governance (Combined Code) yang pertama di Indonesia, dan mungkin bahkan
di dunia. Ini merupakan sebuah terobosan dan bukti kepedulian terhadap
penciptaan kondisi usaha yang lebih baik dan menjanjikan di Indonesia jika
diterapkan dengan konsisten. Pemerintah melalui perangkatnya juga terlihat
melakukan banyak pembenahan untuk memperbaiki citra pemerintah dan
keseriusannya dalam meningkatkan praktik good public governance, melalui pemberdayaan
Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Mahkamah Agung,
Mahkamah Konstitusi, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian telah cukup banyak temuan
dan kasus yang diangkat ke permukaan dan diterapkan enforcement yang tegas.
Indonesia
di tengah dinamika perkembangan global maupun nasional, saat ini menghadapi
berbagai tantangan yang membutuhkan perhatian serius semua pihak. Good
governance atau tata pemerintahan yang baik, merupakan bagian dari paradigma
baru, yang berkembang dan, memberikan nuansa yang cukup mewarnai terutama pasca
krisis multi dimensi, seiring dengan tuntutan era reformasi. Situasi dan
kondisi ini menuntut adanya kepemimpinan nasional masa depan, yang diharapkan
mampu menjawab tantangan bangsa Indonesia mendatang. Perkembangan situasi
nasional dewasa ini, di cirirkan dengan tiga fenomena yang dihadapi, yaitu :
-
Permasalahan yang semakin kompleks
(multidimensi)
-
Perubahan yang sedemikian cepat
(regulasi kebijakan dan aksi-reaksi masyarakat)
-
Ketidakpastian yang relatif tinggi (bencana
alam yang silih berganti, situasi ekonomi yang tidak mudah di prediksi, dan
perkembangan politik yang up and down).
Kesenjangan
proses komunikasi politik yang terjadi di Indonesia antara pemerintah dan
rakyatnya, maupun partai yang mewakili rakyat dengan konstituennya menjadikan
berbagai fenomena permasalahan sulit untuk di pahami dengan logika awam
masyarakat, seperti :
-
Indonesia kaya raya potensi Sumber Daya
Alam(SDA), mengapa banyak yang miskin?
-
Anggaran untuk penanggulangan kemiskinan
naik drastis dalam tiga tahun terakhir ini, dari 23 trilyun (2003) menjadi 51
trilyun lebih (2007), mengapa jumlah penduduk miskin justru meningkat dari
35,10 juta (2005) menjadi 39,05 juta (2006) ? Bukankah bila anggarannya di
tambah dengan tujuan untuk menanggulangi kemiskinan, jumlah penduduk miskin
seharusnya dapat berkurang.
-
Berikutnya, produksi pertanian konon
surplus (meningkat) 1,1 juta dan bahkan kita oernah berswasembada pangan.
Mengapa harga beras membumbung tinggi? Mengapa harus import terus? Semua ini membuat
masyarakat pusing tujuh keliling karena tidak memahami kebijakan nasional.
Komunikasi
politik ke bawah, secara efektif belum terjadi, sehingga hanya mengandalkan
informasi dari berbagai media massa dengan variatif dan terkadang bisa berbau provokatif.
Dalam situasi masyarakat seperti itu (kebingungan informasi), masyarakat tak
tahu apa itu good governance.
Sekalipun
pemerintah berusaha gencar memasyarakatkannya, namun proses dan cara yang salah
dalam berkomunikasi justru akan di sambut dengan apatisme masyarakat. Dalam
situasi masyarakat yang sedang belajar berdemokrasi, komunikasi politik yang
transparan, partisipasi, dan akuntabilitas kebijakan publik menjadi sangat
penting. Ini artinya, good governance menemukan relevansinya.
Laporan
Global Competitiveness Report yang dipublikasikan oleh World Economic Forum
(WFF) yang menganalisis daya saing ekonomi dengan pendekatan, yakni pendekatan
pertumbuhan ekonomin (OCI) dan pendekatan mikro ekonomi (MCI) menunjukkan bahwa
peringkata daya saing perekonomian Indonesia (Growth Competitiveness Index)
merosot lagi dari urutan ke 64 di tahun 2001 ke urutan 67 (dari 80 negara) di
tahun 2002, dan daya saing mikro ekonomi (MCI) turun sembilan tingkat, dari
urutan ke 55 menjadi urutan ke 63. Sebelumnya sebuah survey yang dilaporkan
pada bulan Juni tahun 2001, yang di lakukan oleh Political and economic Risk
consultancy (PERC), menempatkan Indonesia dalam kelompok dengan resiko politik
dan ekonomi terburuk di antara 12 negara Asia bersama Cina dan Vietnam. Di lihat
dari kebutuhan dunia akan usaha, kepercayaan investor yang menuntut adanya
corporate governance berdasarkan prinsip-prinsip dan praktek yang di terima
secara Internasional (Internasional Best Practice), maka terbentuknya komite
internasional mengenai kebijakan corporate governance, National Comittee on
Corporate Governance (NCCG) di bulan Agustus tahun 1999 merupakan suatu tonggak
penting dalam sejarah perkembangan Good Governance di Indonesia.
Secara
riil, melihat data investasi ke Indonesia selama 2007, ada perkembangan luar
biasa, karena realisasi PMA naik lebih dari 100%, dengan nilai realisasi
investasi yang menembus US$9 miliar. Namun, penilaian dari lembaga-lembaga
internasional sepertinya tidak ada perubahan yang signifikan dalam penerapan
good governance secara konsisten. Berdasarkan survei World Bank 2007, ada
perbaikan dalam situasi bisnis di Indonesia. Misalnya pada pembentukan usaha
baru, Indonesia telah menunjukkan reformasi positif dengan percepatan pemberian
persetujuan lisensi usaha dari Departemen Kehakiman dan simplifikasi
persyaratan usaha.
Selain
itu, Indonesia telah melakukan pencatatan semua kreditur dalam “credit
registries”, dan memperbesar pagu kredit hampir lima kali lipat. Ini tentu akan
memudahkan para entrepreneur untuk menambah modal usaha, selain menjaga
terhadap risiko pemberian kredit bermasalah. Juga ada perbaikan dalam peng-eksekusi-an
kontrak di Indonesia.
Walaupun
demikian, dalam urutan peringkat Indonesia malah menurun. Dari total 175
negara, Indonesia berada di posisi 135, turun empat peringkat dibandingkan
dengan tahun 2006. Dari sini bisa disimpulkan bahwa penerapan governance yang
baik di Indonesia sudah mengalami kemajuan. Namun, negara-negara lain tampaknya
berlari lebih cepat dibandingkan dengan Indonesia, karena mereka yakin dengan
upaya demikian mereka unggul dalam menarik investasi.
Survei
ACGA (Asian Corporate Governance Association) tentang praktik corporate
governance di Asia juga menyebutkan penerapan indikator CGG di Indonesia
semuanya berada di bawah rata-rata. Indikator ini meliputi prinsip dan praktik
governance yang baik, penegakkan peraturan, kondisi politik dan hukum, prinsip
akuntansi yang berlaku umum, dan kultur. Dalam laporan itu disebutkan beberapa
hal yang baik di Indonesia.
-
Pertama, walaupun kondisi pelaporan
keuangan di Indonesia belum memadai, kualitas pelaporan keuangan kuartalan
ternyata cukup bagus.
-
Kedua, Indonesia ternyata juga memiliki
kerangka hukum yang paling .strict dalam memberikan perlindungan untuk pemegang
saham minoritas, khususnya dalam pelaksanaan preemptive rights (hak memesan
efek lerlebih dahulu).
-
Ketiga, gerakan antikorupsi yang
dilakukan pemerintah telah menunjukkan hasil cukup positif. Ditambah lagi,
penyempurnaan Pedoman Unium CGG, dan Pedoman CGG sektor perbankan yang dilakukan
di Indonesia. Namun, masih menurut laporan tadi, belum banyak yang percaya
bahwa pemerintah cukup serius mendorong penerapannya.
Selanjutnya,
seorang pengamat mencoba mengkaji kadar penyelenggaraan pemerintahan yang baik
di Indonesia, beliau menyimpulkan bahwa ada beberapa pertanyaan yang perlu
diperhatikan, apabila Indonesia akan menciptakan pemerintahan yang baik, antara
lain :
1)
Bagaimana relasi antara pemerintah dan
rakyat
2)
Bagaimana kultur pelayanan publik
3)
Bagaimana praktek KKN
4)
Bagaimana kuantitas dan kualitas konflik
antara level pemerintah
5)
Bagaimana kondisi tersebut di provinsi
dan kabupaten/kota
Dari
kajian yang dilaksanakan, maka ditemukan ciri pemerintahan yang buruk, tidak
efisien dan tidak efektif, dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1)
Relasi antara pemerintah dan rakyat
berpola serba negara
2)
Kultur pemerintah sebagai tuan dan bukan
pelayan
3)
Patologi pemerintah dan kecenderungan
KKN
4)
Kecenderungan lahirnya etno politik yang
kuat
5)
Konflik kepentingan antar pemerintah
BAB
III
PENUTUP
3. 1 Simpulan
Berdasarkan
pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
a) Good
governance adalah proses penyelenggaraan pemerintahan Negara yang solid dan
bertanggung jawab, serta efisien dan efektif dengan menjaga kesinergian
interaksi yang konstruktif diantara berbagai sumber daya dalam negara, sektor
swasta, dan masyarakat.
b) Prinsip-prinsip
Dasar Good Governance, yaitu: Profesionalitas, Akuntabilitas, Transparansi,
Pelayanan prima, Demokrasi dan Partisipasi, Efisiensi dan Efektifitas,
Supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat
3. 2 Saran
Penerapan
Good Governance di Indonesia maupun di beberapa negara masih perlu adanya
evaluasi dan perbaikan demi terselenggaranya kehidupan bernegara yang lebih
baik lagi.
Pembuatan
makalah Good Governance memerlukan banyak sumber yang mendukung. Banyak sumber
yang mencantumkan perbedaan pendapat, namun masih dalam pokok yang sama, maka
diperlukan kecermatan dalam memilah materi bagi penulis.
Semoga
makalah ini dapat menambah ilmu pengetahuan bagi pembaca. Kritik dan saran dari
pembaca sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Usagi, kuro.
24 Mei 2016.
“Makalah Good Governance”.
http://mayurikooliviapertiwi.blogspot.com/2016/05/makalah-good-governance.html?m=1
|
49
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar