Nama : Nurdyah Ayu Oktaviani
NIM : P1337420117002
Kelas : 2 A-1
Pemeriksaan Fraktur Dan Sendi
Pemeriksaan pasien yang dicurigai
terdapat fraktur dimulai dari riwayat penyakit, termasuk penyebab cedera,
adanya cedera lain, cedera sebelumnya di regio yang terkena, riwayat penyakit
dahulu, dan alergi. Pemeriksaan awal termasuk menilai status neurovaskuler,
mengamati adanya robekan kulit, dan menilai adanya cedera jaringan lunak.
Palpasi pada daerah dengan lembut memungkinkan pemeriksa menunjuk tempat
fraktur dan menggunakan radiografi dengan lebih baik. Fraktur dapat terjadi
pada dua tempat, atau sendi yang berdekatan dapat mengalami cedera, sehingga
penting untuk melakukan palpasi seluruh tulang dan sendi diatas dan dibawah
fraktur.
Pemahaman pola cedera yang
berhubungan dengan penyebab umum cedera juga dapat mengarahkan pemeriksaan.
Misalnya, cedera inversi pada pergelangan kaki dapat menyebabkan fraktur
maleoli, metatarsal V proksimal, atau tulang tarsal navicular. Apabila pasien
mengalami cedera, sebaiknya dilakukan palpasi semua tulang yang mempunyai
kemungkinan fraktur.
Anamnesis – ditanyakan mengenai:
- Riwayat trauma – langsung atau tidak langsung ?
- Waktu kejadian ?
Inspeksi – dilihat apakah terdapat:
- Jejas
- Oedem
- Hematom
- Deformitas: angulasi, pemanjangan, pemendekan, rotasi
- Gerak abnormal
Palpasi – diraba dan ditentukan apakah
terdapat:
- Nyeri tekan
- Krepitasi
- Nyeri sumbu
- Nyeri gerak aktif
- Nyeri gerak pasif
(Cat.: untuk
mengetahui ada nyeri atau tidak, dapat dilihat dari reaksi maupun mimik wajah
pasien saat dilakukan pemeriksaan).
Movement – diamati dan dinilai kemampuan
pergerakan pasien dalam:
- ROM (Range of Movement)
- Nyeri gerak sendi aktif
- Nyeri gerak sendi pasif
Pengukuran:
- Lingkar
- Panjang anatomis
- Panjang klinis
Komplikasi – pemeriksaan untuk menentukan
apakah telah terjadi komplikasi pada:
A. Vaskuler:
- Dengan inspeksi : diamati warna kulit di distal bagian yang mengalami trauma
- Dengan palpasi : perabaan suhu distal trauma dan pulsasi arteri distal.
B.
Neurologi:
- Dengan palpasi : pemeriksaan sensibilitas (sensorik) dan kekuatan (motorik).
Pemeriksaan Penunjang:
- X-foto regio yang dicurigai mengalami fraktur, dengan posisi AP/Lat (AnteroPosterior dan Lateral).
2. Pemeriksaan Sendi
Pemeriksaan
sendi dapat dibagi menjadi 6 langkah berbeda, langkahnya sebagai berikut:
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Pemeriksaan
gerakan (movement)
4. Pemeriksaan
khusus
5. Pemeriksaan
radiologi
6. Merencanakan
pemeriksaan lebih lanjut
Langkah 1:
Inspeksi
Perhatikan sendi dengan baik,
terutama pada poin berikut ini:
1.
Apakah terdapat muscle wasting? Hal ini
biasanya terjadi sebagaai hasil dari otot yang terkena yang tidak digunakan,
karena nyeri atau ketidakmampuan gerak, atau karena gangguan persarafan pada
otot yang terkena.
2.
Apakah terdapat gangguan pada bentuk, postur, atau
apakah ada bukti pemendekan? Terdapat banyak kemungkinan penyebab dari abnormalitas
(termasuk abnormalitas kongenital, riwayat trauma, gangguan mineralisasi
tulang, dan penyakit sendi destruktif); adanya hal-hal tersebut harus
diperhatikan, dan digali lagi secara lebih detail dalam pemeriksaan.
Langkah 2:
Palpasi
Beberapa sendi harus diperhatikan
hal-hal berikut:
- Apakah sendi tersebut hangat? Jika demikian, perhatikan apakah peningkatan temperatur yang terjadi difus ataukah lokal, selalu dipikirkan apakah hal tersebut mungkin dapat disebabkan oleh pembebatan. Jika peningkatan suhu terjadi secara difus, hal ini biasanya terjadi bila massa jaringan substansial terlibat, dan biasanya terjadi pada proses inflamasi sendi yang piogenik dan non-piogenik, dan pada kasus dimana terjadi dilatasi anastomosis di proksimal dari blok arterial. Jauh dari sendi, adanya infeksi dan tumor perlu dipikirkan. Peningkatan temperatur secara lokal dapat mengarah kepada proses inflamasi pada struktur yang terkait. Asymmetrical coldness dari tungkai biasanya terjadi jika ada gangguan sirkulasi tungkai, misalnya dari atherosclerosis.
- Apakah terdapat nyeri? Jika ada, apakah nyeri tersebut difus atau terlokalisir. Pada nyeri difus, penyebabnya biasanya sama dengan penyebab peningkatan panas lokal. Jika nyeri terlokalisir, perlu dicari tempat yang dirasakan paling nyeri dengan sangat teliti, karena hal ini dapat mengidentifikasi dengan jelas struktur anatomis yang terlibat.
Langkah 3:
Movement
Hampir semua
kondisi ortopedik berhubungan dengan keterbatasan gerak pada sendi yang
terlibat. Hilangnya gerakan sama sekali yang terjadi pada ablasi bedah pada
sendi (artrodesis) atau dapat terjadi pada proses patologis lain (seperti
infeksi) dimana jaringan fibrous atau tulang mengikat permukaan artikuler
bersama-sama (ankylosis fibrous atau tulang): sendi tidak dapat bergerak baik
secara pasif maupun aktif. Sering terjadi keterbatasan ROM dimana sendi tidak
dapat kembali ke posisi netralnya. Pada tipe ini, biasanya sendi tidak dapat
diekstensikan secara penuh, hal ini disebut dengan fixed flexion deformity.
Fixed deformities dapat disebabkan, misalnya oleh kontraksi kapsul sendi, otot
dan tendon, atau oleh karena interposisi dari jaringan lunak atau tulang
diantara permukaan artikuler (misalnya meniskus yang robek, bagian yang
hilang). Perkiraan ROM sendi adalah hal yang penting dalam pemeriksaan
ortopedik. Untuk mengetahui adanya deviasi dari normal, sisi yang sehat dapat
dibandingkan dengan sisi yang sakit.; jika hal ini tidak memungkinkan (misalnya
jika keduanya sakit) perlu digunakan perkiraan. Keterbatasan ROM pada sebuah
sendi biasanya terjadi karena penyebab mekanis dan merupakan penanda adanya
proses patologi. Jika otot yang mengatur sebuah sendi mengalami paralisis, maka
perlu diperiksa ROM pasif; nyeri yang terkadang muncul atau faktor lain dapat
membatasi ROM aktif yang lebih sempit daripada ROM pasif. Terkadang sendi yang
mengalami paralisis parsial maupun total dapat digerakkan dengan melibatkan
gravitasi atau gerakan (trick movement), dan konfirmasi paralisis dapat
menentukan penyebabnya.
Pada banyak
sendi, penting untuk mencari bukti adanya pergerakan dalam sebuah dataran
abnormal. Untuk melakukan ini, sendi ditekan dalam sebuah dataran, dan gerakan
yang berlebih dinilai melalui inspeksi maupun pemeriksaan radiologi. Permukaan
artikuler yang kasar menimbulkan sensasi parutan (krepitus) ketika sendi
digerakkan, hal ini dapat diketahui dari palpasi atau auskultasi. Bunyi klik
yang datang saat sendi bergerak dapat berasal dari jaringan lunak yang bergerak
melewati penonjolan tulang (hampir semua), dari jaringan lunak dalam sendi
(misal meniskus yang mengalami displace) atau dari gangguan pada kontur tulang
(misalnya karena iregularitas dari permukaan sendi akibat fraktur yang
melibatkan sendi).
Kekuatan
kontraksi otot (dan kekuatan gerak setiap sendi) harus dinilai dengan baik, dan
jika ditemukan penurunan kekuatan otot, dicatat dalam skala Medical Research
Council (MRC):
M0 : Tidak
ada kontraksi aktif yang dapat dirasakan
M1 :
Kontraksi singkat dapat dilihat atau dirasakan dengan palpasi pada otot, namun
tidak cukup untuk menimbulkan gerakan sendi.
M2 :
Kontraksi sangat lemah, namun masih dapat bergerak namun tidak dapat melawan
gravitasi.
M3 :
Kontraksi masih sangat lemah, namun dapat bergerak melawan gravitasi (misalnya
quadriceps dapat bergerak mengekstensikan lutut pada pasien dengan posisi
duduk).
M4 : Kekuatan
tidak penuhm namun dapat bergerak melawan gravitasi dan tahanan.
M5 : Kekuatan
normal
Kekuatan
otot dapat dipengaruhi oleh nyeri, atrofi, penyakit, atau kelainan saraf. Perlu
diperhatikan apakah ada hal-hal tersebut yang mengganggu gerakan ekstremitas.
Langkah 4:
Pemeriksaan Khusus
Pada
kebanyakan sendi terdapat pemeriksaan khusus untuk memeriksa fungsi sendi
secara khusus. Pemeriksaan tersebut termasuk diantaranya pemeriksaan integritas
ligamen sendi, dan untuk pemeriksaan struktur yang berhubungan dengan sendi
(misalnya meniskus pada lutut). Pemeriksaan lain yang dilakukan secara khusus
adalah pemeriksaan neurologis yang sesuai (misalnya pemeriksaan kelompok otot
tertentu dan pemeriksaan jika ada penurunan sensorik). Jika memungkinkan, hasil
MRC dicatat.
S0 :
Hilangnya semua sensasi pada area yang dipersarafi oleh nervus yang terkena
S1 : Adanya
sensasi nyeri tajam
S2 : Adanya
sensasi protektif (sentuhan kulit, nyeri dan panas)
S3 : Adanya
sensasi protektif dengan lokalisasi akurat. Sensitivitas (dan
hipersensitivitas) terhadap dingin biasanya muncul.
S3+ : Adanya
kemampuan mengenali obyek dan tekstur; terdapat sensitivitas dan
hipersensitivitas terhadap dingin yang masih muncul namun minimal.
S4 : Sensasi
normal
Langkah 5:
Pemeriksaan Radiografi
Pemeriksaan
radiografi biasanya dilakukan dengan proyeksi anteroposterior (AP) dan lateral.
Penting diperhatikan bentuk, ukuran, kontur dari tulang, apakah lebih tebal atau
lebih tipis dari normal, lebih pendek atau lebih panjang daripada biasanya,
atau melekuk atau menyudut secara abnormal. Pada sendi, apakah komponen tulang
dalam susunan yang normal, atau terjadi displace atau melekuk.
Langkah 6:
Pemeriksaan Lanjutan
1). Foto rontgen
a) Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
b) Mengetahui tempat atau tipe fraktur biasanya diambil sebelum dan sesudah
serta selama
proses penyembuhan secara peiodik (bertahap).
2).
Artelogram
bila ada kerusakan vaskuler
3).
Hitung darah
lengkap, HT mungkin terjadi (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna
pada sisi fraktur atau organ jauh pada organ multiple). Peningkatan jumlah SDP
adalah kompensasi normal setelah fraktur.
4).
Sebagai
penunjang pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar
rontgen (X-ray). Hal yang harus dibaca pada X-ray:
a). Bayangan jaringan lunak.
b). Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periousteum atau biomekanik
atau juga rotasi
c). Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
5). Selain foto polos X-ray (plane X-ray) mungkin perlu tehnik khususnya
seperti:
a) Tomografi : menggambarkan tidak satu struktur saja, tapi struktur yang lain
tertutup yang sulit divisualisasikan. Pada kasus ini ditemukan kerusakan
struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur
lain juga mengalaminya.
b) Myelografi : menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah
diruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
c) Arthrografi : menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda
paksa.
d)
Computed
tomografi-scanning : menggambarkan potongan secara transversal dari tulang
dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
Daftar Pustaka
Mcrae R. 2004. Clinical Orthopaedic Examination Fifth Edition.
Philadelphia: Churchill Livingstone.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan komentar