Jumat, 16 November 2018

Pemeriksaan Fraktur Dan Sendi


                                                                                    Nama  : Nurdyah Ayu Oktaviani
                                                                                    NIM    : P1337420117002
                                                                                    Kelas   : 2 A-1

Pemeriksaan Fraktur Dan Sendi

Pemeriksaan pasien yang dicurigai terdapat fraktur dimulai dari riwayat penyakit, termasuk penyebab cedera, adanya cedera lain, cedera sebelumnya di regio yang terkena, riwayat penyakit dahulu, dan alergi. Pemeriksaan awal termasuk menilai status neurovaskuler, mengamati adanya robekan kulit, dan menilai adanya cedera jaringan lunak. Palpasi pada daerah dengan lembut memungkinkan pemeriksa menunjuk tempat fraktur dan menggunakan radiografi dengan lebih baik. Fraktur dapat terjadi pada dua tempat, atau sendi yang berdekatan dapat mengalami cedera, sehingga penting untuk melakukan palpasi seluruh tulang dan sendi diatas dan dibawah fraktur.

Pemahaman pola cedera yang berhubungan dengan penyebab umum cedera juga dapat mengarahkan pemeriksaan. Misalnya, cedera inversi pada pergelangan kaki dapat menyebabkan fraktur maleoli, metatarsal V proksimal, atau tulang tarsal navicular. Apabila pasien mengalami cedera, sebaiknya dilakukan palpasi semua tulang yang mempunyai kemungkinan fraktur.

Anamnesis – ditanyakan mengenai:
  • Riwayat trauma – langsung atau tidak langsung ?
  • Waktu kejadian ?

Inspeksi – dilihat apakah terdapat:
  • Jejas
  • Oedem
  • Hematom
  • Deformitas: angulasi, pemanjangan, pemendekan, rotasi
  • Gerak abnormal

Palpasi – diraba dan ditentukan apakah terdapat:
  • Nyeri tekan
  • Krepitasi
  • Nyeri sumbu
  • Nyeri gerak aktif
  • Nyeri gerak pasif
(Cat.: untuk mengetahui ada nyeri atau tidak, dapat dilihat dari reaksi maupun mimik wajah pasien saat dilakukan pemeriksaan).
Movement – diamati dan dinilai kemampuan pergerakan pasien dalam:
  • ROM (Range of Movement)
  • Nyeri gerak sendi aktif
  • Nyeri gerak sendi pasif

Pengukuran:
  • Lingkar
  • Panjang anatomis
  • Panjang klinis

Komplikasi – pemeriksaan untuk menentukan apakah telah terjadi komplikasi pada:

A. Vaskuler:
  • Dengan inspeksi : diamati warna kulit di distal bagian yang mengalami trauma
  • Dengan palpasi : perabaan suhu distal trauma dan pulsasi arteri distal.

B. Neurologi:
  • Dengan palpasi : pemeriksaan sensibilitas (sensorik) dan kekuatan (motorik).

Pemeriksaan Penunjang:
  • X-foto regio yang dicurigai mengalami fraktur, dengan posisi AP/Lat (AnteroPosterior dan Lateral).

2.      Pemeriksaan Sendi
Pemeriksaan sendi dapat dibagi menjadi 6 langkah berbeda, langkahnya sebagai berikut:
1.      Inspeksi
2.      Palpasi
3.      Pemeriksaan gerakan (movement)
4.      Pemeriksaan khusus
5.      Pemeriksaan radiologi
6.      Merencanakan pemeriksaan lebih lanjut

Langkah 1: Inspeksi
Perhatikan sendi dengan baik, terutama pada poin berikut ini:
1.      Apakah terdapat muscle wasting? Hal ini biasanya terjadi sebagaai hasil dari otot yang terkena yang tidak digunakan, karena nyeri atau ketidakmampuan gerak, atau karena gangguan persarafan pada otot yang terkena.
2.      Apakah terdapat gangguan pada bentuk, postur, atau apakah ada bukti pemendekan? Terdapat banyak kemungkinan penyebab dari abnormalitas (termasuk abnormalitas kongenital, riwayat trauma, gangguan mineralisasi tulang, dan penyakit sendi destruktif); adanya hal-hal tersebut harus diperhatikan, dan digali lagi secara lebih detail dalam pemeriksaan.

Description: https://agathariyadi.files.wordpress.com/2014/02/022114_1400_pemeriksaan1.png?w=690
Description: https://agathariyadi.files.wordpress.com/2014/02/022114_1400_pemeriksaan2.png?w=690

Langkah 2: Palpasi
Beberapa sendi harus diperhatikan hal-hal berikut:
  1. Apakah sendi tersebut hangat? Jika demikian, perhatikan apakah peningkatan temperatur yang terjadi difus ataukah lokal, selalu dipikirkan apakah hal tersebut mungkin dapat disebabkan oleh pembebatan. Jika peningkatan suhu terjadi secara difus, hal ini biasanya terjadi bila massa jaringan substansial terlibat, dan biasanya terjadi pada proses inflamasi sendi yang piogenik dan non-piogenik, dan pada kasus dimana terjadi dilatasi anastomosis di proksimal dari blok arterial. Jauh dari sendi, adanya infeksi dan tumor perlu dipikirkan. Peningkatan temperatur secara lokal dapat mengarah kepada proses inflamasi pada struktur yang terkait. Asymmetrical coldness dari tungkai biasanya terjadi jika ada gangguan sirkulasi tungkai, misalnya dari atherosclerosis.
Description: https://agathariyadi.files.wordpress.com/2014/02/022114_1400_pemeriksaan3.png?w=690

  1. Apakah terdapat nyeri? Jika ada, apakah nyeri tersebut difus atau terlokalisir. Pada nyeri difus, penyebabnya biasanya sama dengan penyebab peningkatan panas lokal. Jika nyeri terlokalisir, perlu dicari tempat yang dirasakan paling nyeri dengan sangat teliti, karena hal ini dapat mengidentifikasi dengan jelas struktur anatomis yang terlibat.

Langkah 3: Movement
Hampir semua kondisi ortopedik berhubungan dengan keterbatasan gerak pada sendi yang terlibat. Hilangnya gerakan sama sekali yang terjadi pada ablasi bedah pada sendi (artrodesis) atau dapat terjadi pada proses patologis lain (seperti infeksi) dimana jaringan fibrous atau tulang mengikat permukaan artikuler bersama-sama (ankylosis fibrous atau tulang): sendi tidak dapat bergerak baik secara pasif maupun aktif. Sering terjadi keterbatasan ROM dimana sendi tidak dapat kembali ke posisi netralnya. Pada tipe ini, biasanya sendi tidak dapat diekstensikan secara penuh, hal ini disebut dengan fixed flexion deformity. Fixed deformities dapat disebabkan, misalnya oleh kontraksi kapsul sendi, otot dan tendon, atau oleh karena interposisi dari jaringan lunak atau tulang diantara permukaan artikuler (misalnya meniskus yang robek, bagian yang hilang). Perkiraan ROM sendi adalah hal yang penting dalam pemeriksaan ortopedik. Untuk mengetahui adanya deviasi dari normal, sisi yang sehat dapat dibandingkan dengan sisi yang sakit.; jika hal ini tidak memungkinkan (misalnya jika keduanya sakit) perlu digunakan perkiraan. Keterbatasan ROM pada sebuah sendi biasanya terjadi karena penyebab mekanis dan merupakan penanda adanya proses patologi. Jika otot yang mengatur sebuah sendi mengalami paralisis, maka perlu diperiksa ROM pasif; nyeri yang terkadang muncul atau faktor lain dapat membatasi ROM aktif yang lebih sempit daripada ROM pasif. Terkadang sendi yang mengalami paralisis parsial maupun total dapat digerakkan dengan melibatkan gravitasi atau gerakan (trick movement), dan konfirmasi paralisis dapat menentukan penyebabnya.
Description: https://agathariyadi.files.wordpress.com/2014/02/022114_1400_pemeriksaan4.png?w=690

Pada banyak sendi, penting untuk mencari bukti adanya pergerakan dalam sebuah dataran abnormal. Untuk melakukan ini, sendi ditekan dalam sebuah dataran, dan gerakan yang berlebih dinilai melalui inspeksi maupun pemeriksaan radiologi. Permukaan artikuler yang kasar menimbulkan sensasi parutan (krepitus) ketika sendi digerakkan, hal ini dapat diketahui dari palpasi atau auskultasi. Bunyi klik yang datang saat sendi bergerak dapat berasal dari jaringan lunak yang bergerak melewati penonjolan tulang (hampir semua), dari jaringan lunak dalam sendi (misal meniskus yang mengalami displace) atau dari gangguan pada kontur tulang (misalnya karena iregularitas dari permukaan sendi akibat fraktur yang melibatkan sendi).

Kekuatan kontraksi otot (dan kekuatan gerak setiap sendi) harus dinilai dengan baik, dan jika ditemukan penurunan kekuatan otot, dicatat dalam skala Medical Research Council (MRC):
M0    : Tidak ada kontraksi aktif yang dapat dirasakan
M1    : Kontraksi singkat dapat dilihat atau dirasakan dengan palpasi pada otot, namun tidak cukup untuk menimbulkan gerakan sendi.
M2    : Kontraksi sangat lemah, namun masih dapat bergerak namun tidak dapat melawan gravitasi.
M3    : Kontraksi masih sangat lemah, namun dapat bergerak melawan gravitasi (misalnya quadriceps dapat bergerak mengekstensikan lutut pada pasien dengan posisi duduk).
M4    : Kekuatan tidak penuhm namun dapat bergerak melawan gravitasi dan tahanan.
M5    : Kekuatan normal

Kekuatan otot dapat dipengaruhi oleh nyeri, atrofi, penyakit, atau kelainan saraf. Perlu diperhatikan apakah ada hal-hal tersebut yang mengganggu gerakan ekstremitas.

Langkah 4: Pemeriksaan Khusus
Pada kebanyakan sendi terdapat pemeriksaan khusus untuk memeriksa fungsi sendi secara khusus. Pemeriksaan tersebut termasuk diantaranya pemeriksaan integritas ligamen sendi, dan untuk pemeriksaan struktur yang berhubungan dengan sendi (misalnya meniskus pada lutut). Pemeriksaan lain yang dilakukan secara khusus adalah pemeriksaan neurologis yang sesuai (misalnya pemeriksaan kelompok otot tertentu dan pemeriksaan jika ada penurunan sensorik). Jika memungkinkan, hasil MRC dicatat.
S0    : Hilangnya semua sensasi pada area yang dipersarafi oleh nervus yang terkena
S1    : Adanya sensasi nyeri tajam
S2    : Adanya sensasi protektif (sentuhan kulit, nyeri dan panas)
S3    : Adanya sensasi protektif dengan lokalisasi akurat. Sensitivitas (dan hipersensitivitas) terhadap dingin biasanya muncul.
S3+    : Adanya kemampuan mengenali obyek dan tekstur; terdapat sensitivitas dan hipersensitivitas terhadap dingin yang masih muncul namun minimal.
S4    : Sensasi normal

Langkah 5: Pemeriksaan Radiografi
Pemeriksaan radiografi biasanya dilakukan dengan proyeksi anteroposterior (AP) dan lateral. Penting diperhatikan bentuk, ukuran, kontur dari tulang, apakah lebih tebal atau lebih tipis dari normal, lebih pendek atau lebih panjang daripada biasanya, atau melekuk atau menyudut secara abnormal. Pada sendi, apakah komponen tulang dalam susunan yang normal, atau terjadi displace atau melekuk.

Langkah 6: Pemeriksaan Lanjutan
1).    Foto rontgen
a)    Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung
b)   Mengetahui tempat atau tipe fraktur biasanya diambil sebelum dan sesudah serta selama proses penyembuhan secara peiodik (bertahap).
2).    Artelogram bila ada kerusakan vaskuler
3).    Hitung darah lengkap, HT mungkin terjadi (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada organ multiple). Peningkatan jumlah SDP adalah kompensasi normal setelah fraktur.
4).    Sebagai penunjang pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (X-ray). Hal yang harus dibaca pada X-ray:
a).  Bayangan jaringan lunak.
b). Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periousteum atau biomekanik atau juga rotasi
c).  Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
5).    Selain foto polos X-ray (plane X-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
a)    Tomografi : menggambarkan tidak satu struktur saja, tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasikan. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
b)   Myelografi : menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah diruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
c)    Arthrografi : menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
d)   Computed tomografi-scanning : menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.




Daftar Pustaka
Mcrae R. 2004. Clinical Orthopaedic Examination Fifth Edition. Philadelphia: Churchill Livingstone.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar